Sunday, October 30, 2005

Cerpen;Nyanyian Rindu Malaysia

Dewi Mar’atusshalihah Hari-hariku padat sekali selama di Kuala Lumpur. Harus pandai-pandai mengatur waktu kejar target pembuatan buku yang harus di launching tiga bulan lagi, otomatis seminggu aku harus selesai satu bab. Belum lagi bikin banyak proposal kerjasama untuk yayasanku…, ngurusin kuliah…, janji ketemu sama donator….wuihhhhh……… Wah…, tiap hari harus berkejaran dengan waktu…., pulang dari kantor masih harus nglembur sampai jam dua malam untuk ngetik hasil penelitianku di siang hari . Malam ini pun sama, besok, Selasa adalah jadwalku mempresentasikan bab V yang aku kerjakan minggu ini…, wuih…belum rapi…harus aku kejar selesai malam ini juga. Akhirnya harus sampai jam tiga pagi aku setia membuka mataku yang sudah lima watt ini di depan Kompi kesayanganku. Dan akhirnya tertidur tanpa tersadar di meja. Kriiing….kriiing….. Ups…..jam bekerku dengan setianya membangunkanku tiap jam lima pagi. Dengan malas kuberdiri dan menghampiri jam. Bukan untuk bangun…namun sekedar mematikan jam, dan…tidur lagi….terimakasih jamku…ngingetin aku kalau udah jam lima pagi… Ha……..ngingetin doang? Tidur lagi "It’s seven already…won’t you go to work…", teriakan ibu angkatku sambil menggedor pintu. Walah….jam tujuh… Mandi ayam, gosok gigi, dressing, mesam-mesem di depan cermin sebentar…, lariiiiiiiiiiiiiii Tak sabar nunggu lift sampai ke tingkatku, aku lari menuruni tangga… "Sorry Pak Cik…, tak sengaje…" Beginilah kalau orang keburu-buru, Pak Cik-Pak Cik yang jalan hati-hatipun ketabrak juga. Untung yang nabrak aku…, gadis manis nan imut, jadi Pak Cik itu tak marah…paling ngebatin dalam hati…, "esok lewat sini lagi yer…, Pak Cik juge nak dilanggar tiap hari…"…ish…su’udzon banget sih…ngeres….. Langkah seribuku masih terasa kurang, ku tambah lagi tancap gas hingga lari terkencang…mengalahkan pelari tingkat dunia. Aku nggak boleh ketinggalan Star Line LRT yang jam 07.40…, kalau aku ketinggalan…berarti harus nunggu lima menit lagi, otomatis aku harus terlambat masuk kantor lima menit. Yah…beginilah jadinya kalau mepet dan grusa-grusu di waktu pagi. Aku dah punya patokan lima belas menit perjalanan kaki dari rumah ke stasiun Salak Selatan, didalam LRT dua puluh menit, dari stasiun PWTC ke kantor 15 menit. Jadi kereta yang aku naiki kalau nggak yang jam 07.35, harus nunggu yang 07.40…nggak bisa di tawar-tawar lagi, agar bisa sampai kantor pas jam 08.15. Wah…..ngantri tiket panjang… LRT terakhirku sudah sampai stasiun…, langsung ku serobot antrian, agar nggak ditinggal LRT. "Maaf pak cik, mak cik…, saya nak hantar emak saya melahirkan kat hospitel…, saye potong queue tiket dulu takut lahir kat jalan…maaf-maaf…." Wah bohong…tapi mudah-mudahan bohong halal, nggak dikutuk jadi pinokio "Dasar Indon…tak tau beratur…" Yaaaaah….ada yang ngedumel, melecehkan bangsaku… Usahaku memartabatkan bangsa selama ini hilang dalam waktu satu detik, hancur karna sekali ini aku nggak ngantri, bertambah deh keyakinan orang Malaysia akan imej buruk bangsa Indonesia yang nggak bisa ngantri…seperti saat nunggu pembagian sembako, antrian BBM dan lain-lain… Aku penghianat bangsa…, mencoreng negeri tercinta…….. Nggak pa-pa deh sekali ini *** Tiiiiiiiiiittt……tiiiiiiiiiitttttttt….tiiiiiiiiitttttt Selamat…selamat, bunyi mesin otomatik tanda masuk kerja di kantorku segera mengaum seketika ketika jariku selesai key in kehadiran. Alhamdulillah…nggak sia-sia aku ngos-ngosan, nggak menambah black list imej jelek bangsa Indonesia yang sering terlambat…jam karet. Langsung ku presentasikan bab limaku pagi ini. Setelah itu seperti biasa, seharian berkutat dengan penelitian, interview, temu janji, nyari referensi…, dan masukkan data-data. "Tak nak balek ker dah pukul tujuh suku…, kejap lagi buke puase…" "Tak Pak Cik Suhaimi, keje belum selesai, sile kalau nak balek dulu…, saye dah tapau nasi buat buke…" Setelah buka puasa, aku shalat magrib, isya dan trawih di kantorku, ditemani security gate. Malam ini harus aku lanjutkan sampai jam sebelas di Kantor. Untungnya di Malaysia nggak banyak yang nge-drug, nodong ataupun penceluk saku…, jadi pulang malam pun aman. Dua belas malam aku sampai rumah…, huh…ngetik lagi sampai jam dua. *** Pagi ini aku nggak kesiangan, karna aku nggak pingin nabrak dan motong antrian lagi. Lift terbuka di depan pintu apartemenku saat aku memakai sepatuku. Ups…seseorang keluar dari lift sambil senyum-senyum…, "Yaaah…Cik Adik baru sampai ker? Pak Cik dah tunggu kat sini dari pagi, tak der pun…" Hah…Pak Cik yang kemarin…mati aku… *** Hari ini Ramadhan ke 24, berarti nanti malam yang ke 25…wah malam ganjil di sepuluh akhir…mungkin lailatul qadr, aku harus I’tikaf. Sengaja aku pulang kantor on-time jam lima sore, tanpa pulang dulu aku terus ke masjid Asy-Syakirin di jantung kota Kuala Lumpur. Untuk kesana, dari kantor aku harus jalan dua puluh menit menuju stasiun kereta Putra LRT di Kampung Baru, aku sengaja cari jalan tikus, untuk menghemat biaya agar tidak naik kereta api dua kali, nggak nyambung-nyambung dari Star Line ke Putra Line, hemat laaahhh…ikut prihatin harga BBM naik di tanah air. Dari kampung Baru menuju KLCC hanya satu stasiun saja, melalui terowongan panjang di bawah tanah, aku sudah sampai di dalam perut gedung Twin Tower. Menara kembar berketinggian 452 meter yang berisi perkantoran dengan lantai bertingkat 88, menjadikannya sebagai menara tertinggi di dunia. Di tengah-tengah, antara tingkat 41 dan 42, terbentang jembatan yang menghubungkan menara satu dengan lainnya. Berketinggian 175 meter diatas jalan raya. Dari atas sana, dapat dilihat panorama indah kuala lumpur dan sekitarnya. Menjelang buka puasa, semua food court dan restoran penuh sesak. Dan di luar restoran, orang Cina dengan dandanannya yang merusak pemandangan Islami Negara Islam ini, memenuhi Suria KLCC Shopping Center, asyik memborong aksesoris dan baju-baju seksi. Selain itu, warga India juga gemar sekali membeli jewelry, terutama yang dari emas. Baju Sari yang mereka pakai, tanpa di jahit hanya di selempangkan di pundak, ketika tangan gemulai mereka yang di beri pacar inai diangkat, maka otomatis pusar mereka kelihatan, karna tak memakai baju lagi selain selendang sari itu. Dalam aturan Warga Cina dan India memang tidak ada istilah menutup aurat…jadi wajar aja… Wah……harus ghadul bashor nih Beda sekali dengan budaya Melayu, dimana-mana mereka selalu memakai baju kurung, yang dijahit lurus tanpa kopnat dan sekengan, lurus panjang melewati dengkul, dengan bahan empat meter menjadi baju setelan atas-bawah. Baju Kurung telah menjadi baju nasional. Ke kantor, di rumah, mejeng, ke pesta, atau kemanapun mereka memakai model seeperti itu, menjadi baju formal dan sekaligus non formal. Berbeda dari Indonesia dan negeri-negeri lain yang lebih suka memakai baju cenderung kalem dan motif minimalis, baju kurung mempunyai khas tersediri. Model dan jahitan baju kurung semua sama, yang membedakan hanyalah pada warna dan corak. Mereka suka sekali dengan warna terang dan ngejreng. Serta penuh sekali dengan motif bunga. Pertama kali ngelihat, aku pingin ketawa, shock culture. Bagaikan kebun bunga, baju dasar hijau daun dengan bunga-bunga besar berwarna merah, dipadu dengan jilbab merah. Ada lagi yang memakai oranye ngejreng berbunga-bunga biru. Merah menyala dipadu dengan kuning benderang…….wah…pusing ngeliatnya. Jilbab yang mereka pakai rata-rata tak bermotif, alias warna polos, agar senada dengan baju yang sudah bercorak penuh. Model memakai jilbab pun beda dengan budaya kita. Mereka lebih banyak cara gaya dan pernak-pernik dalam berjilbab. Kedua ujung di silang di depan dada, dengan mensejajarkan kanan-dan kiri, atau di panjangkan sebelah dan yang pendek disematkan ke atas kepala, lalu mereka pasang bros yang penuh dengan batu warna-warni yang diserasikan dengan warna jilbab. Memang mereka sengaja membikin banyak gaya dalam berjilbab, karna baju mereka tak bermodel, hanya potong lurus, yang membuat menarik adalah cara berjilbab. Dan yang menjadi khas, bentuk jilbab dibuat mancung di atas dahi, dan tanpa di tarik masuk kedalam, sehingga wajah mereka terlihat oval atas bawah, dan dahi terlihat lebar. *** Keluar dari Petronas, langsung aku ke taman, melewati danau buatan yang di keliling pasangan muda-mudi berdua-duan menyambut buka puasa…wah nekat…sempat-sempatnya pacaran di bulan Ramadhan. Taman seluas 20 hektar itu menyajikan keindahan mozaik alam dengan dikelilingi lebih dari 1900 jenis pepohonan dan dipenuhi cericit burung. Gemericik air terjun membentuk simphoni yang dapat menyejukkan fikiran masyarakat metropolitan Kuala Lumpur. Tepat di ujung taman, masjid asy-Syakirin berdiri gagah, namun adem dengan dihiasi aneka macam tanaman hias di sela-sela pembatas atap. Masjid bermuatan 6000 jamaah itu beratapkan hijau nan teduh, sehingga tak salah bila terkenal dengan sebutan "Jewel In The Park". Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com Image hosted by Photobucket.com Pas sekali, ketika kulangkahkan kaki memasuki pelataran masjid, adzan maghrib berkumandang, orang-orang telah ramai berpusat di depan meja buka puasa, antrian panjang mengambil makanan yang terhidang dengan gaya prasmanan. Hmm…ayam masak pedas, acar, buah kecipir dan kacang panjang menjadi lalapan…, Bubur lambuk dan buah semangka tersedia di ujung sebagai pencuci mulut. wah…mengundang selera makanku, pasti enak disaat perut kosong seperti ini. Selesai tarawih, aku tak pulang, bersama sekitar dua ratus jamaah wanita lainnya, ku niatkan malam ini I’tikaf hingga subuh nanti. *** Aku ke Kuala Lumpur memang di tugaskan untuk menjadi perwakilan yayasanku untuk buka cabang di Malaysia, alhamdulillah ada satu perusahaan disini yang bersedia menguruskan visaku, sehingga aku bisa aman tinggal di Malaysia selama tiga bulan. Walau perusahaan harus membayar mahal ke imigrasi sebanyak 3.000 ringgit atau sekitar tujuh juta rupiah untuk visaku selama tiga bulan. September lalu aku berangkat, dan visaku akan berakhir akhir November ini. Otomatis aku harus menikmati Ramadhan di Malaysia, dan lebaran terpaksa nggak pulang. Kalau ingat lebaran nggak bisa pulang, sebenarnya aku selalu ingin nangis, itu moment setahun sekali bisa berkumpul dengan keluarga, bisa reuni, bisa sungkem ke eyang, bisa reuni dengan teman-teman lama, bisa melepaskan lelah dari rutinitas seharian di Jakarta. Keluargaku sudah menguatkan langkahku, dan memberiku semangat agar tetap menerima tawaran dan kewajiban dinas, walaupun menjelang lebaran. Mungkin ini kesempatan emasku, itu alasan mereka memotivasi dan mendukung kepergianku. *** Tadi siang aku sudah menghadap direktur perusahaan, untuk mengajukan izin pulang lebaran. "Tidak masalah kalau kamu mau pulang, cuma, harus mengurus surat ke imigrasi, agar memberi keringanan visa tidak hangus. Kan sayang visa mahal baru dipakai satu bulan sudah hangus. Coba nanti kami uruskan ke imigrasi, berdoa saja agar dapat." Keterangan boss-ku sedikit melegakan hatiku *** Setelah semua jamaah menyelesaikan tarawih, kami tadarus al-Qur’an, dan jam dua belas malam harus tidur semua. Di tengah pelataran masjid wanita yang dipenuhi ornamen kaligrafi bergaya Uzbekistan, kubaringkan tubuh untuk mengumpulkan energi untuk sepertiga malam terakhir nanti. Jam tiga pagi, para jamaah dibangunkan untuk qiyamullail. Jamaah laki-laki memenuhi separuh main room shalat di tingkat satu, sementara jamaah wanita memenuhi lantai dua yang di buat melingkar tiga perempat ruangan agar semua penjuru dapat melihat imam di bawah. Mataku masih setengah terpejam. Air wudhu yang sejuk itu sedikit menyegarkanku. Untungnya, suara imam masjid sangat merdu dan mendayu-dayu, sehingga para jamaah bisa terbawa perasaan khusuk dan dapat menghayati maknanya. Secara berjamaah, berturut-turut kami melakukan shalat tahajud, shalat hajat, shalat taubat, dan kini menjelang shalat witir. Kantukku tak tertahankan, berkali-kali aku kehilangan konsentrasi, kepalaku berayun-ayun dimainkan kantuk. *** "Selasa kemarin kami dapat jawaban dari imigrasi, kalau visa itu bisa dipakai dua kali, jadi lebaran kamu boleh pulang dua minggu, tiket Malaysia Airlines juga sudah kami pesan, esok pagi, pukul 08.00 kamu harus sudah di airport", suara Encik Rais, sang Direktur, terdengar sejuk dan membuatku tersenyum terus sepanjang hari. Aku segera bergegas pulang, dan langsung berbenah untuk segera pulang kampung. Wah…jadi mudik…terbayang langsung gembiranya keluargaku bisa kumpul lengkap di lebaran ini. Tepat dua hari sebelum lebaran aku sampai Jogja, semua orang kaget dan tak percaya aku sudah berdiri di depan pintu rumah. Sengaja aku tidak memberi kabar kepulanganku, surprise. Suasana menyambut kemenangan di hari Raya Idul Fitri terasa sekali. Rumah sudah rapi, aneka kue sudah tersusun rapi di atas meja, tirai, korden, sprei, meja, kursi…semua terlihat bersih dan teratur. Adik perempuanku yang paling gembira menyambut kepulanganku. "Asyik mbak pulang, aku nggak jadi masak-masak di dapur buat lebaran. Kan koki-nya sudah pulang!" jeritnya pertama kali melihatku. Enak aja… Jauh-jauh dari negeri jiran cuma di suruh jadi tukang masak…, ku tarik jilbab putihnya sehingga dia harus segera lari masuk dalam kamar menghindari terlihat orang laki-laki di teras rumah. Hari raya ini kami mulai shalat ied bersama, setelah itu Umi dan Abahku sudah duduk di kursi tamu, segera kami berdiri teratur. Di mulai dari aku yang anak sulung bersimpuh dikaki Umi, sungkem, mohon maaf dan minta doa. Sambil berlinang air mata Umi mencium keningku, tangannya membelai rambutku dengan lembutnya. Lalu kami sekeluarga pergi nyekar ke makam nenek, dan sepulangnya langsung bersilaturahmi ke keluarga terdekat dan tetangga sekitar hingga jam sembilan malam. Lelah namun bahagia sekali. Setelah shalat Isya, kami kumpul di ruang makan, dan cekikak-cekikik sekeluarga setelah berbagi cerita lucu sepanjang hari tadi. Jam sebelas malam kami tidur, tapi tidak ada satupun yang mengalah dan mau tidur di kamar masing-masing, kami ingin berkumpul sekeluarga. Akhirnya Abah menggelar karpet di ruang tamu, dan kami tidur berenam hingga pagi di situ. *** "Nak bangun…"…suara lirih dengan guncangan lembut di badanku menyentakkanku dari lelapku. "Umi….nanti aja deh...mumpung di rumah…nggak kerja, mau bangun siang!", rengekku "Nak, ini bukan Umi lah…ni Mak Cik…, Witirnye dah habis…kite orang dah salam…nak sahur tak? Ha…… Kuangkat kepalaku, hah…masih pake mukena…toleh kanan kiri…semua orang ngeliat aku dengan senyum-senyum… Alamak….aku belum di rumah……, aku belum naik pesawat, aku belum ke imigrasi… Aku masih di Masjid Asy-Syakirin… Di barisan depan sendiri, tertidur saat sujud akhir shalat witir, sampai ngimpi-ngimpi segala……..waduh…, malunya…… "Jom sahur dulu…" ajak Mak Cik di sebelahku, yang sengaja menyadarkanku dari rasa malu yang membuncah ini. Masih dengan tersipu-sipu, segera kulipat mukenaku dan bergegas menuju meja makanan yang sudah diserbu jamaah yang lebih dahulu turun. Ku lihat ada yang menghampiriku… "Mbak dari Indon juga ya…" "iya…" "Untung tadi nggak ngiler……" katanya sambil cekikikan, hi... hi... hi... Grrrh...!!! Gedubrak……. , udah heboh begini malah diledek. (Salam buat semua saudara yang berlebaran di tengah-tengah keluarga, semoga benar-benar menjadi hari kemenangan…) Keterangan: Pak Cik/Mak Cik: panggilan untuk laki-laki yang sebaya dengan ayah/ibu kita atau lebih. esok lalu sini lagi yer…, Pak Cik juge nak di tabrak tiap hari: Besok lewat sini lagi ya, Paman juga mau ditabrak tiap hari LRT: kereta Api bawah tanah yang berjalan secara otomatis tanpa sopir. saya nak hantar emak saya melahirkan kat hospitel…, saye potong queue tiket dulu takut lahir kat jalan: Saya mau antar ibu saya melahirkan di Rumah Sakit, saya nyrobot antrian, takut lahir di jalan. Indon: panggilan stereotype orang Malaysia kepada orang Indonesia, kebanyakan adalah untuk memanggil para TKI. "Tak nak balek ker dah pukul tujuh suku…, kejap lagi buke puase…": Nggak mau pulang sudah jam tujuh seperempat…? Sebentar lagi buka puasa. "Tak Pak Cik Suhaimi, keje belum selesai, sile kalau nak balek dulu…, saye dah tapau nasi buat buke…" Nggak Paman, kerja belum selesai, silahkan kalau mau pulang dulu, saya sudah bungkus nasi untuk buka puasa "Pak Cik dah tunggu kat sini dari pagi, tak der pun…" Paman sudah tunggu di sini dari pagi, kok nggak ada? KLCC: Kuala Lumpur City Center; shopping center di dalam Petronas Twin Tower nak sahur tak?: Mau sahur nggak? Jom: Ayo

2 comments:

  1. Anonymous1:54 AM

    mbak...., asyik ceritanya, ngalir dan bisa nggambarin keadaan sebenarnya betulan. sukses deh....

    ReplyDelete
  2. Anonymous8:00 AM

    mbak..macam mana KL ya.. orang kate..disana jam..betul tak..saye ini baru 2 bulan menginjakkan kaki di malay..tapi di pasir gudang.. pengen ngerasain di kl...habis cerita embak menarik deh...
    salam silaturahmi...
    bisri

    ReplyDelete