Ya Allah, atas keredhaan-Mu, jadikanlah keluarga kami sakinah, mawaddah, rahmah, penuh barakah dan mendapat amanah dzuriyat yang thayyibat... Lindungi dan bimbing kami ke jalan-Mu. Terimakasih atas skenario terbaik dari-Mu. Selamatkan Ibu Bapa kami, serta saudara kami...Amiin
Sunday, November 27, 2005
Realisasi Zakat Indonesia Baru Tiga Persen
http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=78788
Realisasi Zakat Indonesia Baru Tiga Persen
JAKARTA--MIOL: Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama (Depag) Tulus mengatakan realisasi pembayaran zakat (rukun Islam ke-4) di Tanah Air masih jauh dari potensi yang sebenarnya bisa dicapai, yakni baru sekitar tiga persen atau senilai Rp500 miliar/tahun.
"Angka ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi penggalangan dana zakat di Indonesia yang menurut sebuah penelitian dapat mencapai lebih dari Rp7 triliun tiap tahunnya," kata Tulus kepada pers di Jakarta, Jumat (22/10).
Ia menjelaskan bahwa tingkat pembayaran zakat yang sangat rendah di Indonesia tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat kesadaran masyarakat dan pengelolaan zakat.
Ikhwal pembayaran zakat di Indonesia yang rendah itu juga diamini oleh Presiden Dompet Dhuafa Rahmad Riyadi.
Rahmad berpendapat, Indonesia terbilang negeri muslim yang sangat malas penduduknya dalam membayar zakat.
"Berbeda jauh dengan Malaysia yang mampu mengundang pembayar zakat hingga rata-rata di atas 80 persen warganya," kata dia.
"Kita menyadari bahwa di Indonesia jumlah penduduk miskin luar biasa besarnya, dengan komposisi lebih dari 40 persen. Namun ada kabar gembira, karena setidaknya tingkat pembayaran zakat di perkotaan terus meningkat 10-20 persen per tahun," tambahnya.
Sementara itu praktisi dan peneliti sosial Yayasan Jakarta Internasional Muslim Society (Y-JIMS) Dewi Mar'atusshalihah menilai perbedaan yang sangat mendasar antara perzakatan di Malaysia dan Indonesia terletak pada dukungan penuh pemerintah terhadap penggalangan dana zakat.
"Perzakatan Malaysia dipayungi dan didukung pemerintah di setiap negara bagian dengan perangkat perundangan yang mengikat dan solid sehingga tidak ada lembaga atau instansi lain yang mendapat legalitas penggalangan dana, selain badan pemerintah itu sendiri," katanya.
Perbedaan kedua, lanjut Dewi, terletak di strategi penggalangan zakat.
"Di Malaysia, khususnya kasus Pusat Pungutan Zakat (PPZ), program utama penggalangan zakatnya adalah melakukan dakwah kesadaran berzakat, bukan 'menjual' program distribusi zakat seperti yang diperkenalkan lembaga-lembaga zakat kita," kata lulusan Fakultas Hukum dan Syariah, Jurusan Perbandingan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa perbedaan kelembagaan juga menjadi faktor mengapa tingkat penggalangan dana zakat di Indonesia sangatlah rendah. "Zakat di Malaysia langsung diawasi oleh Jabatan Wakaf, Zakat, dan Haji yang berada di bawah Perdana Menteri. Sedangkan di Indonesia, penggalangan dana zakat belum dilakukan secara masif dan terpusat," ujarnya.
Penggalangan dana zakat, masih kata dia, dilakukan oleh lembaga zakat baik yang dibentuk pemerintah maupun yang tumbuh dari kepedulian masyarakat, seolah tanpa pengawasan efektif sekalipun perangkat perundang-undangannya sudah disempurnakan," demikian Dewi. (ant/OL-1)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment